Cyber Law adalah
aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi aspek yang berhubungan dengan orang
perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang
dimulai saat online dan memasuki dunia cyber . Cyber Law sendiri
merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law. Perkembangan Cyber Law di
Indonesia sendiri belum bisa dikatakan maju. Hal ini diakibatkan oleh belum
meratanya pengguna internet di seluruh Indonesia.
Pembahasan
mengenai ruang lingkup ”cyber law” dimaksudkan sebagai inventarisasi atas persoalan-persoalan
atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan Internet.
Jonathan Rosenoer dalam Cyber law, the law of internet mengingatkan tentang
ruang lingkup dari cyber law diantaranya :
a.
Hak Cipta (Copy Right)
b. Hak Merk
(Trademark)
c.
Pencemaran nama baik (Defamation)
d. Fitnah,
Penistaan, Penghinaan (Hate Speech)
e.
Serangan terhadap fasilitas komputer (Hacking,
Viruses, Illegal Access)
f.
Pengaturan sumber daya internet seperti IP Address,
domain name
g.
Kenyamanan Individu (Privacy)
h. Prinsip
kehati-hatian (Duty care)
i.
Tindakan kriminal biasa yang menggunakan TI sebagai
alat
j.
Isu prosedural seperti yuridiksi, pembuktian,
penyelidikan dll
k. Kontrak/transaksi
elektronik dan tanda tangan digital
l.
Pornografi
m. Pencurian
melalui Internet
n. Perlindungan
Konsumen
o. Pemanfaatan
internet dalam aktivitas keseharian seperti ecommerce, e-government,
e-education, dll.
1. Tujuan Cyber Law
Cyberlaw sangat
dibutuhkan kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan
tindak pidana. Cyber law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan
hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer,
termasuk kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme.
2. Ruang Lingkup Cyber Law
Pembahasan mengenai
ruang lingkup ”cyber law” dimaksudkan sebagai inventarisasi atas persoalan atau
aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan Internet. Secara
garis besar ruang lingkup ”cyber law” ini berkaitan dengan persoalan-persoalan
atau aspek hukum dari:
a. E-Commerce
b. Trademark/Domain Names
c. Privacy and Security on the Internet
d. Copyright
e. Defamation
f. Content Regulation
g. Disptle Settlement, dan sebagainya.
3. Topik-topik Cyber Law
Secara garis besar
ada lima topic dari cyberlaw di setiap negara yaitu:
a. Information security, menyangkut
masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang
mengalir melalui internet.
b. On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli,
pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.
c. Right in electronic information, soal hak cipta
dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
d. Regulation information content, sejauh mana
perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
e. Regulation on-line contact, tata karma dalam
berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi
eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.
4.
Asas-asas Cyber Law
Dalam kaitannya
dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan,
yaitu :
a. Subjective territoriality, menekankan bahwa
keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan
penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
b. Objective territoriality, menyatakan bahwa
hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan
memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
c. Nationality, menentukan bahwa negara mempunyai
jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
d. Passive nationality, menekankan
jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
e. Protective principle, menyatakan
berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan
negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya.
f. Universality (universal interest jurisdiction). Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap
negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan, kemudian
diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against
humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain.
5. Teori-teori cyber law
Berdasarkan
karakteristik khusus yang terdapat dalam ruang cyber maka dapat dikemukakan
beberapa teori sebagai berikut :
a. The Theory of the Uploader and the Downloader, berdasarkan teori ini, suatu negara dapat melarang dalam wilayahnya,
kegiatan uploading dan downloading yang diperkirakan dapat bertentangan dengan
kepentingannya. Misalnya kegiatan perjudian atau kegiatan perusakan lainnya
dalam wilayah negara.
b. The Theory of Law of the Server, pendekatan ini
memperlakukan server dimana webpages secara fisik berlokasi, yaitu di mana
mereka dicatat sebagai data elektronik. Menurut teori ini sebuah webpages yang
berlokasi di server pada Stanford University tunduk pada hukum California.
Namun teori ini akan sulit digunakan
apabila uploader berada dalam jurisdiksi asing.
apabila uploader berada dalam jurisdiksi asing.
c. The Theory of International Spaces, ruang cyber dianggap
sebagai the fourth space. Yang menjadi analogi adalah tidak terletak pada
kesamaan fisik, melainkan pada sifat internasional, yakni sovereignless
quality
HUKUM YANG
BERLAKU
1. Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE)
Walaupun sampai dengan hari ini
belum ada sebuah peraturan pemerintah yang mengatur mengenai teknis
pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber
crime atau cyber law guna menjerat pelaku-pelaku yang tidak
bertanggung jawab dan menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna
teknologi informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum.
a. Pasal 27 UU
ITE tahun 2008
Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat
diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan. Ancaman pidana pasal 45(1) KUHP. Pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Diatur pula dalam KUHP pasal 282
mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.
b. Pasal 28 UU
ITE tahun 2008
Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam transaksi elektronik.
c. Pasal 29 UU
ITE tahun 2008
Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang
berisi ancaman kekerasaan atau menakut-nakuti yang dutujukkan secara pribadi (cyberstalking).
Ancaman pidana pasal 45 (3). Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua
belas) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
d. Pasal 30 UU
ITE tahun 2008 ayat 3
Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan atau sistem elektronik
dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system
pengaman (cracking, hacking, illegal access). Ancaman
pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan)
dan atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
e. Pasal 33 UU
ITE tahun 2008
Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat
terganggunya sistem elektronik dan atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi
tidak bekerja sebagaiman mestinya.
f.
Pasal 34 UU ITE tahun 2008
Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan,
mengimpor, mendistribusikan, menyediakan atau memiliki.
g. Pasal 35 UU
ITE tahun 2008
Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan,
penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik
dengan tujuan agar informasi elektronik dan atau dokumen elektronik tersebut
seolah-olah data yang otentik dari bank yang resmi. Bagi pelaku phising akan
dikenai pidana penjara sesuai unsur pidana yang terpenuhi yang tercantum dalam
pasal 45 ayat 2 untuk pasal 28 ayat 1, pasal 51 ayat 1 untuk pasal 35.
Berikut petikan isi pasal tersebut :
Pasal 45 ayat 2 :
Setiap orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupuah).
h. Kitab Undang
Undang Hukum Pidana
a. Pasal 362
KUHP yang dikenakan untuk kasus carding
b. Pasal 378
KUHP dapat dikenakan untuk penipuan
c. Pasal 335
KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan
melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkannya
d. Pasal 311
KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media
internet
e. Pasal 303
KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online
di internet dengan penyelenggara dari Indonesia
f. Pasal 282
KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi.Pasal 282 dan 311 KUHP dapat
dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang
g. Pasal 406
KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat
sistem milik orang lain.
2. Undang-Undang
No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Menurut Pasal 1 angka (8) Undang –
Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer adalah
sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun
bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan
komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi
khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus termasuk persiapan dalam merancang
intruksi-intruksi tersebut.
3. Undang-Undang
No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang –
Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman,
dan atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat,
tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau
sistem elektromagnetik lainnya.
4. Undang-Undang
No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1997
tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk
mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat penyimpan informasi
yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian
dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya Compact Disk – Read
Only Memory (CD – ROM), dan Write – Once -Read – Many (WORM), yang
diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.
5. Undang-Undang
No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Jenis tindak pidana yang termasuk
dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada
bank yang menerima transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan yang
dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang
diatur dalam Undang-Undang Perbankan.
6. Undang-Undang
No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Undang-Undang ini mengatur mengenai
alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain
berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara
elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Digital evidence atau
alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme karena
para pelaku mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan
pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan
chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine serta
melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing list.
0 komentar:
Posting Komentar